Interaksi Yodium dengan Zat Gizi lain
Pendahuluan
Menurut Golden (1992), yodium termasuk dalam
klasifikasi/kategori nutrient
type I (pertama), bersama sama dengan zat gizi lain seperti besi, selenium,calcium, thiamine dll.
Type I ini mempunyai ciri yang apabila kekurangan maka gangguan pertumbuhan
bukan merupakan tanda yang pertama melainkan timbul setelah tahap akhir dari
kekurangan zat gizi tersebut. Tanda yang spesifik lah yang pertama akan
timbul. Dalam hal kekurangan yodium,
dapat menyebabkan gangguan akibat kekurangan yodium yang
sering disebut IodineDeficiency Disorder (IDD). Dalam
type II, pertumbuhan akan terganggu terlebih dahulu, tetapi memberikan nilai
penilaian biokimia
cairan tubuh yang normal. Nutrient yang termasuk ini adalah potasium, natrium, zinc dll.
IDD adalah gangguan yang merugikan kesehatan sebagai
akibat dari kekurangan yodium, yang kita kenal juga dengan singkatan GAKY.
Kekurangan yodium pada tanah menyebabkan masyarakat yang hidup dan bertempat
tinggal di daerah tersebut menjadi masyarakat yang rawan terhadap IDD. Yang
paling ditakutkan dari kekurangan yodium ini adalah meningkatnya kematian bayi
beberapa saat setelah dilahirkan dan perkembangan
otak yang terhambat (neonatal hypotyroidsm). Faktor yang
berperan dalam kejadian IDD diantaranya adalah adanya hubungan idoium dengan
zat lain misalnya thyosianat dan selenium (Thaha dkk, 2001).
A. Selenium
Ketersediaan selenium yang kurang pada tanah diduga juga mengandung rendah
yodium pada tanah yang sama. Untuk sementara interaksi antara yodium
dan selenium dalam proses penyerapan belum ada. Kalaupun ada
interkasi ini sangat kompleks dan terkait dengan fungsi fungsi selenium dalam
selenoprotein. Pada binatang percobaan ditemukan bahwa kurang selenium meningkatkan
kadar T3 di jantung, sehingga dapat menimbulkan peningkatan denyut
jantung dan palpasi. Selenoprotein yang
juga terlibat dalam interaksi metabolisme yodium ialah iodotyronine
deiodinase yang berfingsi merubah thyroxine (T4) menjadi bentuk
aktif dari hormon thyroid triiodothyronine (T3) (Satoto, 2001). Enzym tersebut
merupakan selenium-dependent enzymes selain merupakan katalisator utama dalam
perubahan thyroxin (T4) menjadi triiodotyronine (T3) juga merupakan
katalisator yang merubah dari T3 menjadi T2 untuk mempertahankan level T3
(www.orst.edu/depth/lpi/infocentre/minerals/iodine).
Selain itu, salah satu contoh dari selenoprotein yang berhunbungan dengan metabolisme yodium adalah glutathione peroxidase, berfungsi sebagai antioksidan utama dalam tubuh manusia dan binatang (Satoto, 2001). Dengan adanya gambaran diatas, jelas bahwa akibat dari kekurangan selenium asupan T3 dalam sel tubuh juga menurun.
Selain itu, salah satu contoh dari selenoprotein yang berhunbungan dengan metabolisme yodium adalah glutathione peroxidase, berfungsi sebagai antioksidan utama dalam tubuh manusia dan binatang (Satoto, 2001). Dengan adanya gambaran diatas, jelas bahwa akibat dari kekurangan selenium asupan T3 dalam sel tubuh juga menurun.
B. Thiosianat
Tiosiant dikenal sebagai zat goitrogenik yaitu zat yang dapat menghambat
transport aktif yodium dalam kelenjar tiroid dan
yang paling potential dari zat goitrogenik yang lain. Menurut
Bourdoux (1993) dalam Thaha (2001), thyocianat adalah komponen yang utama pada
kelompok zat goitrogenik yang
dapat mewakili asupan kelompok goitrogenik melalui makanan. Delanggu dalam
Thaha (2001) melaporkan bahwa disuatu populasi bila perbandingan
antara eksresi yodium dan tiosianat dalam urin (ug/g) kurang dari 3,
maka daerah tempat populasi itu berada mempunyai resiko yang potensial untuk
terjadinya gondok endemik. Makin kecil perbandingan antara eksresi yodium dan
thyiosinat dalam urin maka semakin tinggi tingkat endemisitasnya. Namun demikian,
menurut Larsen dan Ingbar dalam Thaha (2001), hambatan oleh pengaruh tiosinat
hanya efektif bila konsentrasi yodium plasma
normal atau rendah.
Penelitian di Pulau Seram Barat, Seram Utara dan pulau Banda menunjukkan adanya perbedaan ekresi thyocianat yang bermakna antara daerah endemik GAKY dan daerah non-endemik GAKY yang mana kandungan thyosianat tinggi pada daerah kontrol dibandingkan daerah kasus. Hal ini bertentangan dengan dugaan bahwa kandungan thiosinat yang tinggi akan dijumpai pada daerah gondok endemik. Data dari P. Buru menujukkan nilai eksresi tiosianat yang paling tinggi dibanding dengan tiga daerah lain sehingga menyebabkan tingginya nilai tiosinanat di urin pada kelompok kontrol. Akan tetapi rasio eksresi yodium dan eksresi tiosinat pada urin daerah yang endemik menunjukkan lebih kecil dari pada daerah yang non endemik (Thaha, 2001) yang menandakan bahwa ratio yang semakin kecil menghasilkan resiko yang semakin besar terhadap gondok endemik.
Penelitian di Pulau Seram Barat, Seram Utara dan pulau Banda menunjukkan adanya perbedaan ekresi thyocianat yang bermakna antara daerah endemik GAKY dan daerah non-endemik GAKY yang mana kandungan thyosianat tinggi pada daerah kontrol dibandingkan daerah kasus. Hal ini bertentangan dengan dugaan bahwa kandungan thiosinat yang tinggi akan dijumpai pada daerah gondok endemik. Data dari P. Buru menujukkan nilai eksresi tiosianat yang paling tinggi dibanding dengan tiga daerah lain sehingga menyebabkan tingginya nilai tiosinanat di urin pada kelompok kontrol. Akan tetapi rasio eksresi yodium dan eksresi tiosinat pada urin daerah yang endemik menunjukkan lebih kecil dari pada daerah yang non endemik (Thaha, 2001) yang menandakan bahwa ratio yang semakin kecil menghasilkan resiko yang semakin besar terhadap gondok endemik.
C. Besi
Besi adalah mineral yang paling banyak dipelajari dan diketahui oleh para
ahli gizi
dan kedokteran di dunia. Penemuan terakhir membuktikan bahwa kekurangan besi
dapat menyebabkan terganggunya metabolisme tiroid dalam tubuh
manusia. Penelitian yang dilakukan oleh Zimmermann dkk (2000) yang membagi
kelompok anak anak yang menderita kekurangan yodium menjadi dua, yaitu anak
yang menderita anak yang kekurangan iodine saja dan anak yang menderita
kekurangan iodine dan besi. Pada kelompok pertama dan kedua, semua anak diberi
200 mg oral iodine dalam minyak. TSH
(thyroid Stimulation Hormon, IU (iodine concentration), T4, dan volume kelenjar
thyroid diambil pada awal dan minggu ke 1,5,10, 15 dan 30 minggu sesudah
pemebrian. Sesudah 30 minggu pemberian iodine, bagi kelompok yang anaemia
karena kekurangan besi diberikan tablet besi (ferrous
sulphate) 60 mg secara oral 4 kali perminggu selama 12 minggu. Hasilnya
menunjukkan bahwa pada minggu ke 30 setelah pemberian iodine kedua kelompok,
terjadi penurunan volume rata-rata tiroid menurun dibandingkan dengan awal
sebelum dilakukan pemberian iodine, masing masing 45.1% dan 21.8 % (p kecil
0.01). Pada kelompok yang ke dua, penurunan volume tiroid lebih menurun
bila dibandingkan dengan baseline, yaitu menjadi 34.8% pada minggu ke 50 dan
38.4 % pada minggu ke 65. Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi
besi dapat meningkatkan kemampuan iodone dalam minyak pada anak
anak yang kekurangan yodium. (Zimmermann, M et al, 2000)
Interaksi antara yodium dengan
mineral and vitamin lain perlu diteliti lebih lanjut, baik secara laboratorium
dengan menggunakan hewan percobaan maupun di lapangan terhadap manusia.
Penelitian yang melkihat inetraksi secara langsung antara yodium dengan vitamin A
pernah dilakukan namun perlu konfirmasi lebih lanjut. Penelitian oleh Van
Stuijvenberg dkk, (1999) misalnya yang mengambil 115 anak di Afrika
Selatan usia 6-11 tahun yang diberi biskuit selama 43 minggu
sampai lebih dari 12 bulan dibandingkan dengan control. Biskuit mengandung
besi, yodium, and betha
carotene sedangkan control adalah biskuit yang tidak difortifikasi.
Pada akhir intervensi, terlihat pada tidak ada perbedaan perubahan
dalam pengecilan kelenjar
tiroid anak
anak secara signifikan. Akan tetapi terjadi penurunan jumlah anak anak yang
mempunyai eksresi yodium yang rendah (100 ug/L) dari semula berjumlah 97.5%
menjadi tinggal 5.4%. Peningkatan eksresi urin tersebut sangat signifikan
(p kecil 0.0001). (Van Stuijvenberg dkk, 1999).
Daftar Pustaka
Golden MHN. Specific deficiency versus growth
failure: Type I and type II nutritients. SCN News
1992;No. 12:10-14.
Satoto. Seleneium dan Kurang Iodium dalam Kumpulan Naskah Pertemuan
Ilmiah Nasional Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) 2001 editor Djokomoeljanto,
dkk. Semarang, Badan penerbit Universitas Diponegoro. 2001
ICCIDD, UNICEF, WHO. Assessment of Iodine Deficiency Disorders and
Monitoring their Elimination. A guide for Programme managers. 2nd Ed.
Geneva, 2002.
Thaha, Razak; Dachlan, Djunaidi M; Jafar, Nurhaedar, Jafar. Analisis faktor
resiko “coastal
goiter” dalam Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah Nasional
Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) 2001 editor Djokomoeljanto, dkk.
Semarang, Badan penerbit Universitas Diponegoro. 2001
Van Stuijvenberg, M Elizabeth et al. Effect of iron-, iodine-,
and b carotene-fortified biscuits on the micronutrient status of
primary school children: a randomized controlled trial. Am J
Clin Nutr 1999; 69: 497-503
Zimmermann M, et al. Iron supplementation in goitrous,
iron-deficient children improves their response to oral iodized oil. Eur J
Endocrinol 2000; 142(3):217-22
Tulisan ini juga dapat dibaca pada blog saya yang lain (klik)
Tulisan ini juga dapat dibaca pada blog saya yang lain (klik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar